BAB
8/9
PEMBANGUNAN
EKONOMI DAERAH DAN OTONOMI DAERAH
2.
Perubahan
Penerimaan Daerah dan Peranan Pendapatan Asli Daerah
Pelaksanaan UU
No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun 1999 telah menyebabkan perubahan yang
mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang
administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.Dalam era otonomi
daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenanganyang lebih besar untuk mengatur
dan mengurus rumah tangganya sendiri.Tujuannya antara lain adalah untuk lebih
mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, memudahkan masyarakat untuk
memantau dan mengontrol penggunaan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan
dan BelanjaDaerah (APBD), selain untuk menciptakan persaingan yang sehat antar
daerah dan mendorong timbulnya inovasi. Sejalan dengan kewenangan
tersebut,Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber
keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahandan
pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD).Tuntutan
peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan
pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihanpersonil,
peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar.
Sementara, sejauh ini dana perimbangan yang merupakan transfer keuangan oleh
pusat kepada daerah dalam rangka mendukung pelaksanaan otonomi daerah, meskipun
jumlahnya relatif memadai yakni sekurang-kurangnyasebesar 25% dari Penerimaan
Dalam Negeri dalam APBN, namun, daerahharus lebih kreatif dalam meningkatkan
PADnya untuk meningkatkanakuntabilitas dan keleluasaan dalam pembelanjaan
APBD-nya. Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara
maksimal, namun tentu saja di dalam koridor peraturan perundang-undangan yang
berlaku, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang
memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama
Dalam rangka
meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi,
Pemerintah melakukan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan
menetapkan UU No.34 Tahun 2000 tentangperubahan atas UU No.18 Tahun 1997
tentang Pajak Daerah dan RetribusiDaerah. Pemberian kewenangan dalam pengenaan
pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah
terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak
daerah dan retribusi daerah.Walaupun baru satu tahun diberlakukannya Otonomi
Daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU No.22 Tahun 1999 dan UU No.25 Tahun
1999 serta peraturan perundang-undangan pendukung lainnya, berbagai macam
respon timbul dari daerah-daerah. Diantaranya ialah bahwa pemberian keleluasaan
yang diberikan kepada Pemerintah Daerah untuk meningkatkan PAD melalui pajak
daerah dan retribusi daerah berdasarkan UU No.34 Tahun 2000 telah
memperlihatkan hasil yang menggembirakan yaitu sejumlah daerah berhasil
mencapai peningkatan PAD-nya secara signifikan. Namun, kreativitas Pemerintah
Daerah yang berlebihan dan tak terkontrol dalam memungut paja kdaerah dan
retribusi daerah, akan menimbulkan dampak yang merugikan bagi masyarakat dan dunia
usaha, yang pada gilirannya menyebabkan ekonomi biaya tinggi. Oleh karena itu
UU No.34 Tahun 2000 tetap memberikan batasan kriteria pajak daerah dan
retribusi yang dapat dipungut oleh Pemerintah Daerah.
Sumber:
Putri, Hervina. 2011. Pembangunan Ekonomi Daerah dan Otonomi. Diakses 29 April 2015, pada http://hervinaputri.blogspot.com/2011/03/pembangunan-ekonomi-daerah-dan-otonomi.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar