BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Penegasan Mengenai Judul
Mengingat
tentang Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil. Maka saya memustuskan untuk membuat Karya Ilmiah mengenai “Rehabilitasi
Kerusakan Lingkungan Pesisir”.
1.2
Alasan Pemilihan Judul
Pada
dewasa ini masyarakat Indonesia kurang memperhatikan ekosistem laut. Sebagai
contoh sederhananya adalah dimana banyak ditemukannya sampah rumah tangga di
saluran air, pesisir pantai, bahkan di laut lepas. Hal ini dikarenakan kurangnya
kesadaran masyarakat tentang betapa pentingnya ekosistem laut. Akibat dari
banyaknya sampah yang berserakan di laut dan pesisir adalah terganggunya
ekosistem ikan dan terumbu karang.
1.3
Tujuan Research yang Diselenggarakan
Tujuan
analisis reaserch dari karya ilmiah yang berjudul “Rehabilitasi Kerusakan
Lingkungan Pesisir” ini diharapkan lebih mengetahui tentang apa pentingnya
menjaga lingkungan pesisir dan lautan. Da diharapkan masyarakat luas lebih
sadar akan pentingnya menjaga ekosistem laut.
1.4
Sistematika Penulisan
JUDUL
KATA
PENGANTAR
DAFTAR
ISI
ABSTRAK
KATA
MUTIARA
BAB
I PENDAHULUAN
1.1
Penegasan
Mengenai Judul
1.2
Alasan
Pemilihan Judul
1.3
Tujuan
Reserch yang Diselenggarakan
1.4
Sistematika
penulisan
BAB
II Analisis Landasan Teori
2.1. Analisis Hasil-Hasil
2.2. Penampilan Anggapan
2.3. Peryataan Hipotesa
2.4. Hasil Yang Diharapkan
BAB
III Analisis dan Penetapan Metode yang
Digunakan
3.1
Sample
dan Prosedur Sampling
3.2
Metode
dan Prosedur Pengolahan Data
BAB
IV Pengumpulan dan Penyajian Data
4.1
Uraian
Secara Singkat
4.2
Penyajian
Tabel
BAB
V Analisis Data
5.1
Analisis
Statistik
5.2
Analisis
Kualitatif
5.3
Kesimpulan
dari Analisa
BAB
VI Kesimpulan dan Saran
6.1
Ungkapan
Kembali
6.2
Metode
Yang Digunakan
6.3
Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
II
ANALISIS
LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Hasil-Hasil
Melihat
dari sumber-sumber materi yang telah dikumpulkan dapat dianalisakan bahwa pada
saat ini
wilayah pesisir sudah mengancam kehidupan dan penghidupan manusia serta
ekosistemnya. Rusaknya ekosistem pesisir mengakibatkan nilai guna langsung,
nilai guna tidak langsung, nilai guna pilihan, serta nilai guna konsumtif
tidak berfungsi lagi. Otomatis fungsi lingkungan hidup dari wilayah
pesisir pun terganggu. Oleh karena itu, untuk menjawab tantangan tersebut maka
jawabanya adalah konservasi, karena konservasi dapat melindungi, melestarikan
dan memanfaatkan ekosistem wilayah pesisir secara berkelanjutan.
2.2 Penampilan Anggapan
Dengan
menyimpulkan bahwa rusaknya ekosistem pesisir dapat meyebabkan fungsi
lingkungan hidup wilayah pesisir menjadi terganggu. Dalam menaggapi kerusakan lingkungan pesisir dan
laut, pemerintah sudah membuat Undang Undang yang mengatur. Undang Undang
tersebut tercantum pada UU No. 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Kerusakan wilayah pesisir bukan hanya oleh
wilayah pesisir saja, tetapi juga oleh penduduk sekitarnya. Penduduk pesisir biasanya membuang limbah
domestik (sampah, hasil pengolahan ikan, dan kegiatan lainnya). Sedangkan
penduduk sekitarnya tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, termasuk
dalam kegiatan pertanian sehingga menimbulkan erosi. Erosi dan limbah dari
daerah sekitarnya akan masuk ke sungai dan mengalir ke wilayah pesisir. Oleh
karena itu, wilayah pesisir sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan.
Wilayah pesisir tergolong sumberdaya milik bersama, harus tetap lestari dan
berkelanjutan. Dengan telah terjadinya perubahan kondisi lingkungan berupa
erosi dan pencemaran akan dapat mengancam keanekaragaman hayati dan sumberdaya
alam.
2.3 Pernyataan Hipotesa
Beberapa
hipotesa dari penulis yang berkaitan dengan Lingkungan Pesisir:
a. Salah
satu fungsi wilayah pesisir dalam segi ekonomi adalah sebagai tempat
pariwisata, sehingga dapat memajukan perekonomian wilayah tersebut. Apabila
wilayah pesisir rusak atau tercemar, maka wilayah pesisir tersebut tidak akan
bersifat ekonomis .
b. adapun
fungsi wilayah pesisir adalah sebagai tempat hidup serta berkembang biaknya
tumbuhan dan heawn, air juga mengatur keseimbangan sebelum bermuara di laut.
Hutan bakau yang tumbuh mampu menyerap air asin sehingga dikatakan sebagai
filter yang dapat mencegah abrasi dan intrusi air laut ke daratan.
c. Semakin
meningkatnya kegiatan pembangunan dan jumlah penduduk, serta semakin menipisnya
sumber daya alam daratan, maka sumber daya pesisir dan lautan akan menjadi
tumpuan harapan bagi kesinambungan pembangunan ekonomi nasional di masa
medatang.
2.4 Hasil yang Diharapkan
a. Agar
masyarakat luas lebih memahami dan mengetahui seberapa penting kelestarian
lingkungan di wilayah pesisir bagi kehidupan ekosistem pantai, laut dan
masyarakat pesisir.
b. Agar
dapat memperoleh gambaran pelaksanaan konservasi wilayah pesisir sesuai dengan
tujuan kelestarian ekosistem wilayah pesisir.
BAB
III
Analisis
dan Penetapan Metode yang Digunakan
3.1
Sample dan Prosedur Sampling
Metode
dan prosedur yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini dengan
menggunakan metode litelatur dan pustakawan. Dimana data-data yang diperoleh
dengan pembahasan yang sama dikumpulkan dan dijadikan bahan dalam penyusunan
karya ilmiah.
3.2
Metode dan Prosedur Pengolahan Data
Metode
dan prosedur penulisan karya ilmiah ini disusun dengan sub bab yang
diperincikan sesuai dengan sistematika penulisan. Mulai dari bab pendahuluan
yang membahas tentang penegasan, alasan, tujuan menjadikan judul yang telah
dipilih, selanjutnya dengan bab analisis landasan teori yang berisikan analisis
hasil, tanggapan, hipotesa, dan tujuan penulisan yang diharapkan. Bab analisis
dan penetapan metode yaitu menjelaskn metode dan prosedur dari pengolahan data
dan penulisannya. Bab pengumpulan dan penyajian data yaitu berisikan uraian
dari pembahasan tentang “Rehabilitasi Kerusakan Lingkungan Pesisir”.
Dilanjutkan dengan bab analisis data yang membahas tentang analisis statik,
kualitatif, kuantitatif, dan kesimpulan. Serta diakhiri dengan bab kesimpulan
berikut dengan saran.
Pengumpulan
data yang dilakukan oleh penulis menggunakan teknik dokumen, dimana pengambilan
data melalui dokumen tertulis maupun eloktronik dari lembaga atau institusi.
BAB
IV
PENGUMPULAN
DAN PENYAJIAN DATA
4.1
Uraian Secara Singkat
Fenomena
kerusakan wilayah pesisir dapat dipantau baik melalui media cetak dan
elektronik maupun dapat dilihat secara langsung di lapangan. Kerusakan wilayah
pesisir bukan hanya oleh penduduk wilayah pesisir saja, tetapi juga oleh
penduduk sekitarnya. Penduduk pesisir biasanya membuang limbah domestik
(sampah, hasil pengolahan ikan, dan kegiatan lainnya). Sedangkan penduduk
sekitarnya tidak memperhatikan kaidah-kaidah konservasi, termasuk dalam
kegiatan pertanian sehingga menimbulkan erosi. Erosi dan limbah dari daerah
sekitarnya akan masuk ke sungai dan mengalir ke wilayah pesisir. Oleh karena
itu, wilayah pesisir sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan. Wilayah
pesisir tergolong sumberdaya milik bersama, harus tetap lestari dan
berkelanjutan. Dengan telah terjadinya perubahan kondisi lingkungan berupa
erosi dan pencemaran akan dapat mengancam keanekaragaman hayati dan sumberdaya
alam.
Pemanfaatan
sumberdaya milik bersama harus mempertimbangkan faktor internalitas lingkungan
dan faktor ekstenalitas lingkungan. Yang dimaksud dengan internalitas
lingkungan adalah mengambil peran (bertanggungjawab) untuk mengelola dampak
lingkungan yang dapat merugikan keselamatan manusia dan lingkungan sekitarnya.
Sedangkan eksternalitas lingkungan adalah perilaku yang tidak bertanggungjawab
atas kegiatan yang dilakukannya sehingga dapat merugikan manusia dan lingkungan
sekitarnya.
4.2
Penyajian Tabel
Beberapa
contoh kejadian pencemaran pesisir dan laut Indonesia
Peristiwa dan Lokasi
|
Waktu Kejadian
|
Keterangan
|
Super tanker Jepang “Showa Maru” seberat 237.698 ton kandas di
Selat Singapura menumpahkan 7.000 ton minyak bumi yang mencemari pantai Indonesia, Singapura, Malaysia.
|
6 Januari 1975
|
Kandasnya tanker ini merupakan pencemaran minyak terbesar yang
terjadi di perairan Indonesia dan menyebabkan kerusakan ekologis lingkungan
pantai yang parah (Sumber berita: Pewarta Oseana, tahun V, No. 1, 1979, LON
LIPI, Jakarta).
|
Limbah organik berupa masuknya limbah rumah tangga, limbah
industri, dan air ballast kapal di pelabuhan Tanjung Priuk. Selain
itu, di Teluk Jakarta sering mengalami blooming alga beracun yang
berakibat kematian massal ikan secara mendadak.
|
Terjadi hampir sepanjang tahun
Tercatat sejak tahun 1972
|
Hal ini mengakibatkan perairan mengalami peningkatan kanudngan
nutrient sehingga mengakibatkan penurunan DO (Sumber berita: Suara Publik
edisi November 2004)
|
Ditemukan telah terjadi penurunan jumlah dan jenis biota laut
yang hidup di sekitar pipa buangan air pendingin turbin di sekitar PLTU
Priok.
|
Tahun 1981
|
Suhu perairan berkisar antara 39-40°C
dan mempengaruhi kehidupan ikan (Sumber berita: Majalah Oseanologi Indonesia,
tahun 1981, No. 14: hlm. 19)
|
Teluk Ambon tercemar bakteri E.coli akibat banyaknya
masyarakat yang masih banyak membuang sampah, kotoran binatang di tepi laut.
|
Juli 1997
|
Penelitian dilakukan selama dua tahun oleh Puslitabang Sumber
Daya Laut LIPI Ambon (Sumber berita: Kompas, 26 Juli 1997)
|
Sampah dari daratan Jakarta, penggunaan potassium untuk mengambil
ikan, dan adanya pengerukan pasir liar di daerah Kepulauan Seribu.
|
Terjadi hampir sepanjang tahun
|
Pemandangan pantai yang kotor dan tidak menarik, kerusakan
terumbu karang dan hutan mangrove, serta abrasi pantai terjadi di daerah
Kepulauan Seribu (Sumber berita: http://www.kompas.com)
|
Pembuangan limbah tailing di Teluk Buyat, Minahasa
Selatan, Sulawesi Utara.
|
Terjadi mulai tahun 1996 namun baru terekspos pada tahun 2004
|
Pencemaran logam berat (terutama merkuri) mengakibatkan gangguan
kesehatan pada masyarakat sekitar Teluk Buyat (Sumber berita: Harian Kompas,
12 April 2004)
|
BAB
V
ANALISIS
DATA
5.1 Analisis Statistik
Berdasarkan data tabel
Pencemaran Pesisir dan Laut Indonesia dapat dilihat bahwa pencemaran pada
daerah laut dan pesisir telah terjadi dari puluhan tahun silau. Salah satu
contohnya adalah tumpahan minyak di laut. Biasanya tumpahan minyak berasal dari
tabrakan kapal tanker, atau dari proses yang disengaja seperti pencucian tangki
balas. Peristiwa tumpahan minyak di perairan Indonesia pun sering terjadi
(dalam kurun waktu 1997-2001). Tumpahan minyak tersebut merupakan sumber
pencemaran yang sangat membahayakan karena dapat menurunkan kualitas air laut,
baik karena efek langsung maupun efek jangka panjang. Efek jangka panjang yang
ditimbulkan pada lingkungan laut berupa perubahan karakteristik populasi
spesies laut atau struktur ekologi komunitas laut. Selain itu, tumpahan minyak
dapat berdampak buruk terhadap kesejahtraan masyarakat pesisir yang
menggantungkan hidupnya di sektor perikanan dan budidaya.
Penanggulangan
kerusakan pesisir dilakukan untuk menangani permasalahan yang terjadi di daerah
pesisir. Kegiatan penanggulangan ini dapat dilakukan dengan mitigasi, kegiatan
prefentif atau pencegahan, dan kegiatan pemulihan.
a. Kegiatan
mitigasi
Kegiatan
mitigasi dapat dilakukan untuk menangani permasalahan di daerah pesisir seperti
penanggulangan pada kerusakan yang di akibatkan oleh faktor alam. Kegiatan
penanggulangannya dengan menanam mangrove di wilayah pesisir yang rentan
terhadap bencana tsunami atau erosi. Penanaman mangrove dapat berfungsi sebagai
penghadang gempuran tsunami atau ombak, sehingga energi gelombang dapat diredam
dan akan mengurangi dampak negatif berupa korban jiwa dan harta benda.
b. Kegiatan
pencegahan
Kegiatan
pencegahan adalah kegiatan yang berupa untuk mencegah terjadinya kerusakan.
Kegiatan ini misalnya penerapan AMDAL yang berupaya mencegah keusakan
pesisir.pada masalah limbah domestik dapat dilakukan pengolahan sampah dan
Gerakan Bersih Pantai dan Laut sedangkan limbah pemanfaatan ikan dapat diolah
menjadi pakan ikan dan terasi.
c. Kegiatan
Pemulihan
Kegiatan
pemulihan adalah kegiatan yang berupaya memulihkan keadaan yang telah mengalami
kerusakan. Berdasarkan hasil penelitian Suhardi, pendekatan sedimen sel dapat
diterapkan di Indonesia dalam menangani masalah erosi dan akresi. Sedangkan
pada kasus tumpahan minyak dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode
fisika, metode kimia, metode biologi, dan dengan pembakaran.
Konservasi wilayah pesisir di sini mengacu pada konsep
pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang berkelanjutan adalah pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan kebutuhan generasi
mendatang. Pembangunan yang berkelanjutan dilaksanakan tanpa mengurangi fungsi
lingkungan hidup. Lingkup pembangunan berkelanjutan meliputi aspek lingkungan,
ekonomi, dan sosial yang diterapkan secara seimbang serasi selaras dengan alam.
Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup pasal 1 ayat 3, bahwa pembangunan berkelanjutan
adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial
dan ekonomi.
Purba ed. mengemukakan lima prinsip utama
pembangunan berkelanjutan yakni dengan menggunakan prinsip (1) keadilan antar
generasi; (2) keadilan dalam satu generasi; (3) pencegahan dini; (4)
perlindungan keanekaragaman hayati; dan (5) internalisasi biaya lingkungan dan
mekanisme insentif.
Kelima prinsip di atas, mengandung arti bahwa
pembangunan harus memberikan jaminan supaya serasi, selaras dan seimbang dengan
daya dukung lingkungan. Oleh karena itu, daya dukung lingkungan yang ada di
wilayah pesisir seharusnya tetap terpelihara dan terjaga baik sehingga dapat
dimanfaatkan secara terprogram secara lestari bagi kesejahteraan generasi
mendatang.Kerusakan lingkungan telah terjadi di wilayah pesisir yang
diakibatkan oleh perilaku manusia di wilayah pesisir dan di daerah sekitarnya.
Kerusakan lingkungan tersebut dapat mengancam fungsi lingkungan hidup
wilayah pesisir. Fungsi lingkungan hidup akan mengancam kelestarian tipologi
ekosistem pesisir, yang meliputi ekosistem yang tidak tergenang air dan ekosistem
yang tergenang air. Konservasi wilayah pesisir sebagaimana telah
diuraikan sebelumnya adalah upaya perlindungan, pelestarian dan
pemanfaatan serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan dan kesinambungan
sumberdaya pesisir dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan
keanekaragaman hayati.
Dalam konservasi ada aspek yang tidak boleh diabaikan
yaitu kondisi lingkungan, ekonomi, dan sosial. Lingkungan yang dimaksud
mencakup tumbuhan dan hewan harus sesuai dengan habitatnya sehingga dapat tumbuh
optimal. Ekonomi yang dimaksud bahwa untuk melakukan konservasi membutuhkan
biaya yang tidak sedikit. Konservasi harus memperhitungkan faktor biaya
penanaman, biaya perawatan, dan biaya pengamanan. Faktor sosial yang dimaksud
adalah bahwa dalam konservasi selayaknya melibatkan masyarakat. Karena dengan
melibatkan masyarakat, tumbuhan dipelihara, dijaga dan dirawat sesuai dengan
kearifan budayanya.
Manfaat konservasi wilayah pesisir yaitu manfaat
biogeografi, keaneka-ragaman hayati, perlindungan terhadap spesies endemik dan
spesies langka, perlindungan terhadap spesies yang rentan dalam masa
pertumbuhan, pengurangan mortalitas, perlindungan pemijahan, manfaat
penelitian, ekoturism, dan peningkatan produktivitas perairan (Fauzi dan Anna
(2005: 73). Manfaat konservasi tersebut, mencakup manfaat langsung maupun tidak
langsung. Manfaat konservasi wilayah pesisir tidak hanya bersifat terukur(tangible),
tetapi ada juga yang tidak terukur (intangible). Manfaat yang
terukur mencakup manfaat kegunaan baik untuk dikonsumsi maupun tidak. Sedangkan
manfaat tidak terukur lebih tertuju pada manfaat pemeliharaan ekosistem dalam
jangka panjang.
Kegiatan pemanfaatan, perlindungan dan pelestarian di
wilayah pesisir, selayaknya dengan menggunakan pendekatan secara bottom
up. Pendekatan ini, sudah mengakomodir kebutuhan masyarakat yang ada di
lapangan. Dengan kata lain pendekatan ini sudah sesuai dengan program yang
sudah disusun komunitas (masyarakat pesisir).
5.2 Analisis Kualitatif
Dilihat
dari luar angkasa, benua-benua kita terlihat kecil di antara samudera maha
luas. Itulah planet bumi kita dimana sebagian besar ditutupi oleh lautan biru.
Kekayaan keanekaragaman hayati di daratan tidak dapat dibandingkan dengan apa
yang ada di dalam lautan. Sekitar 80 persen dari seluruh kehidupan di Planet
Bumi ditemukan tersembunyi di bawah denyut samudra luas di sekitar dunia kita
ini. Lautan mendorong kekuatan alam yang memelihara kehidupan di planet kita
termasuk menyediakan oksigen bagi atmosfir kita sehingga ia berfungsi
baik.
Lautan
Indonesia tidak diragukan merupakan salah satu kawasasan laut terkaya di dunia.
Terumbu karang Indonesia adalah salah satu yang terkaya keanekaragaman
hayatinya di dunia. Terumbu di Kepulauan Raja Ampat secara khusus diakui oleh
para ilmuwan sebagai “pusat” keanekaragaman hayati terumbu karang dunia.
Indonesia juga mempunyai sebaran ekosistem mangrove yang luas, bahkan terbesar
di Asia Tenggara, dan merupakan 20% dari total tutupan mangrove yang ada di
dunia.
Meski
ada banyak inisiatif konservasi, namun sayangnya sebagian besar ekosistem laut
Indonesia yang luas ini berada dalam ancaman. Data terbaru dari Pusat
Penelitian Oseanografi LIPI mengungkap bahwa hanya 5,3% terumbu karang
Indonesia yang tergolong sangat baik, sementara 30,45% berada dalam kondisi buruk.
Indonesia juga telah kehilangan sebagian besar mangrovenya. Dari tahun 1982
hingga 2000, Indonesia telah kehilangan lebih dari setengah hutan mangrove,
dari 4,2 juta menyusut menjadi 2 juta hektar.
Pada
saat produksi perikanan Indonesia meningkat, Indonesia juga mengalami ancaman
penurunan perikanan akibat krisis ganda degradasi ekosistem kelautan serta
penangkapan ikan berlebih (over fishing). Dibanding dengan 27
negara produsen ikan lain, perikanan Indonesia paling rentan hancur
produktivitasnya berdasarkan indikator manajemen terumbu karang, situasi
perikanan dan ketahanan pangan.
Beberapa
wilayah tangkap perikanan di Indonesia sudah menghadapi gejala eksploitasi overfishing untuk beberapa kelompok
komoditas penting, seperti pelagis besar, pelagis kecil, udang, dan ikan
demersal. Dengan kata lain, Indonesia kini berada di ambang kelangkaan
perikanan.
Ironisnya,
nelayan kecillah yang merasakan dampak dari ancaman kelangkaan perikanan
tersebut. Betapa tidak, mereka harus mengeluarkan biaya lebih besar untuk
komponen BBM (bahan bakar minyak), karena lokasi penangkapan ikan (fishing
ground) yang semakin menjauh. Kelangkaan ini juga terlihat dari
makin mengecilnya ukuran ikan, turunnya jumlah tangkapan, dan hilangnya
beberapa spesies yang dulunya merupakan tangkapan utama. Lebih parah lagi,
perikanan Indonesia juga mengalami ancaman masalah klasik penangkapan ikan
ilegal, peralatan ilegal, dan pencurian ikan oleh kapal-kapal asing yang
menggunakan kapal penangkap ikan lebih besar.
Penyebab
kerusakan ekosistem lautan diantaranya adalah pembangungan di kawasan pesisir,
pembuangan limbah dari berbagai aktivitas di darat maupun di laut, sedimentasi
akibat rusaknya wilayah hulu dan daerah aliran sungai, praktek penangkapan ikan
merusak yang menggunakan sianida dan alat tangkap terlarang, pemutihan karang
akibat perubahan iklim, serta penambangan terumbu karang. Pertambangan
dan sedimentasi juga membawa dampak buruk yang signifikan terhadap ekosistem
laut di Indonesia. Ekstraksi sumberdaya seperti industri minyak serta
pertambangan yang meningkat pesat dalam 10 tahun terakhir ini.
5.3 Kesimpulan dari Analisa
Konservasi wilayah pesisir mencakup
pemanfaatan, perlindungan, pelestarian, serta terjaminnya ekosistem yang
berkesinambungan. Konservasi wilayah
pesisir di sini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan. Pembangunan yang
berkelanjutan adalah pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi saat
ini dan kebutuhan generasi mendatang.
Untuk melaksanakan strategi
konservasi wilayah pesisir yang berkelanjutan, harus didukung komitmen dari stakeholder (pihak-pihak
yang terkait) wilayah pesisir diiringi dengan penerapan etika lingkungan
berdasarkan prinsip ekosentrisme.
BAB VI
KESIMPULAN DAN
SARAN
6.1 Ungkapan Kembali
Daerah pesisir
memilliki daya tarik dan potensi ekonomi yang tinggi. Oleh karena itu, berbagai
pihak berlomba-lomba untuk memanfaatkan dan mengelola daerah pesisir. Maraknya
aktivitas yang dilakukan menjadikan ekosistem pesisir rentan terhadap kerusakan
dan perusakan yang terjadi. Permasalahan yang terjadi disebabkan oleh dua
faktor, yaitu faktor alam berupa bencana alam dan faktor antropogenik.
Kerusakan yang dilakukan akibat ulah manusia dapat bersumber dari darat maupun
laut. Sumber kerusakan yang berasal dari darat berupa limbah industri, limbah
rumah tangga dan limbah pertanian. Sedagkan kerusakan yang berasal dari laut
berupa pengerukan sedimen dan pembuangan material hasil pengerukan serta
tumpahan minyak. Dampak negatif yang ditimbulkan tidak hanya merugikan
lingkungan dan biota yang ada tetapi juga dapat membahayakan manusia itu
sendiri. Penanggulangan atas permasalahan pesisir yang terjadi perlu dilakukan.
Hal ini dapat dilakukan dengan kegiatan mitigasi, kegiatan preventif atau
pencegahan, dan kegiatan pemulihan.
6.2 Metode Yang Digunakan
Metode dan prosedur
yang digunakan dalam penyusunan karya ilmiah ini dengan menggunakan metode
litelatur dan pustakawan. Dimana data-data yang diperoleh dengan pembahasan
yang sama dikumpulkan dan dijadikan bahan dalam penyusunan karya ilmiah.
6.3 Saran
Karena banyaknya dampak
yang terjadi akibat kerusakan daerah pesisir dan biota laut, seharusnya kita
lebih menjaga dan sadar akan pentingnya menjaga lingkungan pesisir. Hal mudah
yang dapat dilakukan untuk menjaga wilayah pesisir:
a. Menamamkan
pada diri sendiri bahwa lingkungan pesisir adalah lingkungan yang harus dijaga
b. Tidak
membuang sampah ke saluran air
c. Ikut
serta dalam penanaman pohon mangrove
DAFTAR PUSTAKA
KES Manik. 2003 Pengelolaan
Lingkungan Hidup. Jakarta:Djambatan
Mukhtasor. 2007. Pencemaran Pesisir
dan Laut. Jakarta:PT. Pradnya Paramitha
Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Program pengembangan
Wilayah Pesisir di Indonesia, 2007. Jakarta.
Supriharyono. 2000. Pelestarian Dan Pengelolaan Sumberdaya
Alam di Wilayah Pesisir Tropis.
Dahuri, R., 2000. Analisis Kebijakan dan Program
Penglolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Makalah disampaikan
pada Pelatihan Menajemen Wilayah Pesisir. Fakultas Perikanan dan Kelautan
IPB. Bogor.
Ginting, Longgena. “Ekosistem Laut Kita Dalam Ancaman”. 6 Mei
2014.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar